Siang
ini lagi-lagi aku memilih untuk metime. Tempat yang ku pilih adalah Kalimera
Coffe Bar. Yash, aku sedang ingin minum yang manis-manis padahal aku sendiri
sudah manis kan ya? Haha. Ini merupakan awalan untuk menghibur diriku sendiri,
sebelum aku menumpahkan semua keluh kesahku di lembaran word ini. Sambil menikmati
secangkir Italian Chocolate rekomendasi sang barista.
Baru
hari Sabtu kemarin aku akan menuliskan sesuatu yang baik-baik tentangmu, dimana
kamu tidak hanya membuatku terluka, namun ada ribuan bahkan jutaan kebahagiaan
yang pernah kamu berikan yang mungkin tidak diketahui oleh semesta. Barusaja aku
akan memberi tahu tentang semua itu, namun secepat itu kamu menggagalkannya.
Teruntuk
pria yang penuh dengan kejutan, tolong jawab pertanyaanku yang mungkin tidak
akan pernah bisa kutanyakan pada saat aku meminta sebuah pertemuan. Aku disini
selalu bertanya-tanya, apakah sama sekali kamu tidak mempunyai perasaan,
tentunya terhadapku? Apakah aku hanya pantas untuk menjadi bahan bercandaan? Selingan?
Atau bahkan hanya pelarian?
Teruntuk
pria yang selalu bisa membuatku penasaran, aku disini memang bukan yang
diharapkan. Tapi, aku selalu menyediakan tempat untukmu pulang. Mengapa engkau
gagalkan tantangan satu bulan itu? Mengapa engkau menghubungiku ketika aku
sudah mulai biasa tanpamu? Apakah aku sepenting itu buatmu? Apakah aku memiliki
posisi yang sama pentingnya dengan ‘her’mu? Jawablah pertanyaanku.
Di
siang ini mungkin akan banyak pertanyaan yang akan aku lontarkan. Karena hati
dan batinku merasa sudah cukup kamu gantungkan. Seperti jemuran yang tak
berujung pada sebuah kepastian. Bahkan, sebenarnya aku sudah tidak sanggup
untuk menulis ini semua. Aku ingin meminta sebuah pertemuan,namun entah kapan. Dan
apakah semesta akan mengizinkan, aku tidak tahu.
Tepat
3 bulan 20 hari kita dekat. Dari yang awalnya hanya teman dan berakhir dengan
sebuah hubungan penuh drama, entah apa ini. Masih didalam taraf teman, namun
beda definisi, teman (Tempat Nyaman). Masih
dalam taraf teman, namun mengapa saling menyakiti? Masih dalam taraf teman
namun terbesit kata sayang.
Saat
ini berhentilah untuk saling menyalahkan, terutama pada diri sendiri. Dalam hal
perasaan, tidak perlu ada yang dipersalahkan. Katamu aku egois? Iya memang, tapi
apakah ada wanita yang mau bersabar menanti prianya bertemu dengan wanita lain
yang posisinya adalah wanita yang diharapkan? Menantikan kabar darinya, namun
hasilnya nihil. Bahkan sampai esok haripun tidak ada notifikasi masuk dari pria
yang ditunggu. Padahal hari-hari
sebelumnya kita bahkan berkomunikasi dengan sangat baik, tidak ada hambatan
apapun. Kita saling berkabar, kita bertukar pandang, kita bergandeng tangan. Namun,
tiba-tiba dia hilang, tak ada kabar. Mungkin dia masih terbelenggu dengan
euforia setelah bertemu dengan yang diharapkan. Disitu aku mulai sadar, sebagai
yang tidak diharapkan, untuk menuntut kabar saja mungkin itu haram. Egois katamu?
Apakah kamu tidak lebih egois dariku?
Setelah
kamu mengontakku dihari itu, setelah kamu mengakhiri kesepakatan yang kamu buat
sendiri. Kita kembali dekat, dengan kedekatan yang mungkin lebih dari teman. Kita
selalu membuat sebuah ending yang pada akhirnya terpending. Entah ada apa
dibalik ini semua. Mengapa kamu masih mengontakku? Aku tidak menerima alasan jika
kamu melakukannya karena merasa bersalah. Mengapa kamu seperti ini terhadapku?
Kalau kamu menginginkan untuk menyudahi semuanya, mengapa kamu tidak memulai
untuk itu? Mengapa batasmu tidak kamu lanjutkan? Mengapa kamu masih selalu
hadir di pikiranku? Diduniaku? Dihidupku? Jika kamu menginginkannya, mengapa
seolah kamu menahanku untuk pergi? Mengapa kamu masih membuatku nyaman dipelukmu?
Aku
tidak pernah protes jika kamu moody dihadapanku, aku tidak pernah protes jika
kamu badmood, kesel atau marah didepanku. Bahkan sesekali kamu menyakitiku,
tidak, maksudku bukan sesekali, berkali-kali aku akan tetap menjawab ‘B aja’. Salahkah
jika aku merasa lelah menghadapi sikapmu yang seperti itu terhadapku? terkadang
aku memang tidak merasakan apapun, namun sesekali sepi selalu menggangguku
dengan ingatanku terhadapmu. Sungguh sangat sulit untuk mengusir semua itu dari
benakku. Sebenarnya apa yang kamu mau? Sebenarnya aku ini siapa? Ya, aku
hanyalah pelarian.
Seolah
hari ini aku seperti satu-satunya, namun bisa juga pada hari yang sama waktu
yang berbeda aku seperti tidak berharga dimatamu aku seperti wanita yang
benar-benar tidak kamu harapkan. Ini hanya persoalan waktu. Aku pernah bilang, ‘let
it flow’ tapi mungkin semakin kesini aku semakin lupa. Lupa caranya melepaskan
dan melupakan.
Untuk
saat ini, aku belum bisa. Belum bisa untuk melepaskan, bahkan melupakan. Apakah
kamu juga merasakan apa yang aku rasa saat ini? Apakah kamu sebenarnya sudah
ingin sekali melepaskan? Bahkan melupakan, namun kamu tidak tega? Aku tidak menerima alasan klasik seperti itu.
Jika
kamu membutuhkanku hanya untuk sebuah perhatian, no problem, i will. Tapi tolong
tegaslah dalam hal perasaan. Aku sudah lelah jika hanya menjadi bahan percobaan.
Aku tidak ingin bertahan sendirian dan terbuai dalam angan. Sedangkan kamu
masih mengingkan dia, dia yang selalu kamu harapkan.
Aku
disini memang belum bisa kamu tinggalkan sendirian, aku belum bisa melihatmu
acak-acakan. Merokok kebanyakan, pulang kemalaman. Aku belum bisa. Mungkin aku
akan pelan-pelan mencari kesibukan, untuk melupakanmu. Melupakan semua kenangan.
Aku
menyanyangimu tanpa paksaan, beban dan alasan. Janganlah kamu menjadikanku
sebagai pelarian. Aku menuntutmu tegas dalam hal perasaan. Jika aku memang yang
kedua, tolong buatlah aku bahagia tanpa harus menyebutnya ketika kita sedang
bersama.
Maafkan
aku yang sedikit mengambil waktu dan fokusmu untuknya, aku tidak pernah
menyangka jika kita akan sejauh dan se-drama ini. Maafkan aku yang sedikit
masuk kedalam hatimu. Jika kamu menginginkan aku pergi, aku bersedia dengan
sepenuh hati.
Mungkin
ini saatnya kita introspeksi diri, mengapa semua bisa seperti ini. Maaf jika
aku mulai menuntutmu ini dan itu, ini semua diluar kendaliku. Aku merasa
sedikit memilikimu. Sedikit saja, dan itu sungguh membuat sakit hatiku. Saat aku
merasa sakit, yang bisa berbicara adalah sebuah airmata.
Untuk
pria yang membuat aku sebagai bahan bercandaan, aku sudah cukup lelah sekarang.
Sangat lelah. Aku tidak bisa menangis. You know me so well, aku tidak akan
pernah merasa sedih didepan orang-orang, malah sebaliknya kan? Aku akan
terlihat lebih hore. Hehe.
Sekarang,
terserah padamu. Disini aku tidak memiliki kuasa untuk menyuruhmu ini dan itu.
aku hanya bisa menunggu semua keputusanmu. Keputusan yang terbaik untuk kita. Karena
disini aku sudah mulai hilang ingatan, tentang bagaimana cara melupakan orang
yang kita sayang 😉
Italian
Chocolate ku sudah habis. Dan mungkin aku harus mengakhiri segala curahan
hatiku yang kutujukan kepadamu, baendelq.
Salatiga,
15 Agustus 2017
Komentar
Posting Komentar