Tepat 26 yang ke-4, kita dekat. Tentunya masih dengan status yang sama, 'teman' namun beda definisi. Dengan keadaan yang sama pula, aku masih tidak akan menuntut balas.
Tepat 4 bulan yang lalu aku mengenalmu dengan keadaan yang serba amburadul, acak-acakan dan tidak menentu. Dan sekarang aku kembali menemukanmu dalam keadaan yang sama, seperti 4 bulan lalu.
Yang membedakan hanyalah, sekarang ada aku disisimu. Ya, kamu memang tipe laki-laki yang tidak terlalu banyak omong tentang masalah yang sedang kamu hadapi, seperti akhir-akhir ini, kamu hanya bilang 'pengen nangis', setelah aku bertanya lebih lanjut 'kamu kenapa?', tiba-tiba kamu menghilang. Membuatku khawatir adalah hobby barumu.
Aku yakin kamu tidak akan lupa arah jalan pulang. Batas yang kamu rencanakan tiba-tiba gagal. Kita semakin dekat, walaupun diselimuti dengan kesibukan masing-masing. Katamu membuatku nyaman akan semakin memperburuk keadaan? Namun menjadikanku sebagai selingan adalah sebuah kebahagiaan kan?
Akhir-akhir ini sebuah penyakit yang belum bisa disembuhkan menyerangku. Penyakit itu adalah 'Rindu'. Karena obat 'Rindu' adalah 'Bertemu'. Sedangkan, aku dan kamu masih saja sibuk tak menentu.
Tadi malam kamu menungguku untuk bertemu, namun aku belum bisa memenuhi permintaanmu. Semesta belum ingin kita bertemu dan melepas rindu, kita hanya bisa saling bertatap dari jauh. Di tempat yang sama, tapi tak bersapa, yang ku mampu hanya saling pandang saja. Melihatmu sehat dan masuk kuliah, sudah cukup bagiku.
Ketika sebuah pertemuaan tidak bisa terpenuhi, kamu selalu bisa membuat cara-cara lain agar aku merasa tenang dan nyaman. Seperti sedikit obat yang bisa membuat tidurku nyenyak, tanpa harus bawel untuk mengingatkanmu ini dan itu. Salah satu contohnya adalah kamu rela meluangkan waktumu untuk menelfonku, untuk sekedar menanyakan kabar, bicara sana-sini, ngegombal, menanggapi keluh kesahku yang ecek-ecek dan tentunya aku mendengarkan celotehanmu dengan bahasa yang khas darimu, bahasa intelek-intelek, tidak jarang pula kamu menasehatiku untuk lebih giat belajar dan memperdalam ilmu perkuliahanku, karena kamu tahu aku tidak suka membaca buku intelek sepertimu, dan biasanya pembicaraan kita berakhir dengan ucapan 'Selamat malam, manis'. Itu sudah sangat cukup.
Malam tadi, kamu menceritakan tentang temanmu yang mendapat bingkisan dari pacarnya, penyemangat ketika dia menjadi ketua ospek jurusan. Kebetulan pacarnya akan ke rektorat dan mampir ke kampus untuk memberikan Bearbrand dan vitamin. Aku baru sadar, ternyata sekarang aku tidak seperhatian dulu, bahkan aku jarang memberimu dopping or penyemangat untukmu. "maaf ya sekarang aku jarang ngasih kamu penyemangat", "gapapa, kamu sudah memberi lebih dari itu...". Yaaaaa, aku sudah pernah bilang kan, aku tetap akan menjadi egois apapun tentangmu. HAHAHA
Saat-saat bersamamu, saat-saat kamu sedang mood dan tidak sibuk, saat-saat kamu menjadikanku satu-satunya, itu adalah saat-saat yang akan aku nikmati sebelum kamu kembali pergi. Biarkan aku hanyut dalam anganku sendiri, anganku tentangmu. Selagi semesta masih mengizinkan kita bersama dalam hubungan yang sebenarnya tidak jelas ini, aku masih kuat untuk menerimanya. Terkadang aku iri dengan sepatu, dia mempunyai 'hak', sedangkan aku.... aku tidak mempunyai 'hak' apapun atasmu.
Takdirku digariskan hanya untuk menunggumu pulang, dan disela-sela munggumu, terselip sebuah kata yang kadang menyiksaku, kata itu adalah 'rindu' yang belum ada obat penawarnya, yaitu 'bertemu.'
Tepat 4 bulan yang lalu aku mengenalmu dengan keadaan yang serba amburadul, acak-acakan dan tidak menentu. Dan sekarang aku kembali menemukanmu dalam keadaan yang sama, seperti 4 bulan lalu.
Yang membedakan hanyalah, sekarang ada aku disisimu. Ya, kamu memang tipe laki-laki yang tidak terlalu banyak omong tentang masalah yang sedang kamu hadapi, seperti akhir-akhir ini, kamu hanya bilang 'pengen nangis', setelah aku bertanya lebih lanjut 'kamu kenapa?', tiba-tiba kamu menghilang. Membuatku khawatir adalah hobby barumu.
Aku yakin kamu tidak akan lupa arah jalan pulang. Batas yang kamu rencanakan tiba-tiba gagal. Kita semakin dekat, walaupun diselimuti dengan kesibukan masing-masing. Katamu membuatku nyaman akan semakin memperburuk keadaan? Namun menjadikanku sebagai selingan adalah sebuah kebahagiaan kan?
Akhir-akhir ini sebuah penyakit yang belum bisa disembuhkan menyerangku. Penyakit itu adalah 'Rindu'. Karena obat 'Rindu' adalah 'Bertemu'. Sedangkan, aku dan kamu masih saja sibuk tak menentu.
Tadi malam kamu menungguku untuk bertemu, namun aku belum bisa memenuhi permintaanmu. Semesta belum ingin kita bertemu dan melepas rindu, kita hanya bisa saling bertatap dari jauh. Di tempat yang sama, tapi tak bersapa, yang ku mampu hanya saling pandang saja. Melihatmu sehat dan masuk kuliah, sudah cukup bagiku.
Ketika sebuah pertemuaan tidak bisa terpenuhi, kamu selalu bisa membuat cara-cara lain agar aku merasa tenang dan nyaman. Seperti sedikit obat yang bisa membuat tidurku nyenyak, tanpa harus bawel untuk mengingatkanmu ini dan itu. Salah satu contohnya adalah kamu rela meluangkan waktumu untuk menelfonku, untuk sekedar menanyakan kabar, bicara sana-sini, ngegombal, menanggapi keluh kesahku yang ecek-ecek dan tentunya aku mendengarkan celotehanmu dengan bahasa yang khas darimu, bahasa intelek-intelek, tidak jarang pula kamu menasehatiku untuk lebih giat belajar dan memperdalam ilmu perkuliahanku, karena kamu tahu aku tidak suka membaca buku intelek sepertimu, dan biasanya pembicaraan kita berakhir dengan ucapan 'Selamat malam, manis'. Itu sudah sangat cukup.
Malam tadi, kamu menceritakan tentang temanmu yang mendapat bingkisan dari pacarnya, penyemangat ketika dia menjadi ketua ospek jurusan. Kebetulan pacarnya akan ke rektorat dan mampir ke kampus untuk memberikan Bearbrand dan vitamin. Aku baru sadar, ternyata sekarang aku tidak seperhatian dulu, bahkan aku jarang memberimu dopping or penyemangat untukmu. "maaf ya sekarang aku jarang ngasih kamu penyemangat", "gapapa, kamu sudah memberi lebih dari itu...". Yaaaaa, aku sudah pernah bilang kan, aku tetap akan menjadi egois apapun tentangmu. HAHAHA
Saat-saat bersamamu, saat-saat kamu sedang mood dan tidak sibuk, saat-saat kamu menjadikanku satu-satunya, itu adalah saat-saat yang akan aku nikmati sebelum kamu kembali pergi. Biarkan aku hanyut dalam anganku sendiri, anganku tentangmu. Selagi semesta masih mengizinkan kita bersama dalam hubungan yang sebenarnya tidak jelas ini, aku masih kuat untuk menerimanya. Terkadang aku iri dengan sepatu, dia mempunyai 'hak', sedangkan aku.... aku tidak mempunyai 'hak' apapun atasmu.
Takdirku digariskan hanya untuk menunggumu pulang, dan disela-sela munggumu, terselip sebuah kata yang kadang menyiksaku, kata itu adalah 'rindu' yang belum ada obat penawarnya, yaitu 'bertemu.'
Komentar
Posting Komentar